Di tengah arus informasi yang deras dan tantangan keberagaman yang semakin kompleks, kemampuan berpikir kritis dan sikap toleran menjadi dua pilar esensial bagi individu dan masyarakat yang maju. Seringkali muncul anggapan bahwa institusi pendidikan berbasis agama cenderung membatasi pemikiran kritis. Namun, Universitas Islam, dengan fondasi nilai dan tradisi intelektualnya yang kaya, justru memiliki potensi unik untuk menjadi lahan subur bagi penumbuhan kedua kualitas vital ini.
Menggali Tradisi Intelektual Islam untuk Pemikiran Kritis
Sejarah peradaban Islam sarat dengan tradisi ijtihad (upaya sungguh-sungguh untuk menggali hukum atau solusi dari sumber-sumber Islam), perdebatan ilmiah antar mazhab, dan kontribusi gemilang para ilmuwan muslim di berbagai bidang. Warisan inilah yang menjadi modal dasar Universitas Islam dalam mendorong mahasiswanya untuk tidak sekadar menerima informasi, tetapi juga mempertanyakan, menganalisis, dan mengevaluasi secara mendalam.
Kurikulum di Universitas Islam, ketika dirancang dengan baik, mendorong mahasiswa untuk:
- Menguasai Metodologi: Mempelajari ushul fiqh (metodologi hukum Islam), ulumul Qur’an (ilmu-ilmu Al-Qur’an), dan ulumul Hadits (ilmu-ilmu Hadits) melatih mahasiswa memahami konteks, menganalisis teks, membedakan argumen yang kuat dan lemah, serta menghargai perbedaan pendapat yang berbasis metodologi.
- Mengkaji Sumber secara Kritis: Mahasiswa diajak untuk tidak hanya membaca terjemahan, tetapi juga berinteraksi langsung dengan teks-teks primer, memahami latar belakang sejarahnya, dan menginterpretasikannya dalam konteks kekinian.
- Berdialog dan Berdebat: Ruang-ruang diskusi, seminar, dan presentasi menjadi ajang bagi mahasiswa untuk mengartikulasikan gagasan, mempertahankan argumen dengan data dan logika, serta belajar menerima kritik konstruktif.
- Mengintegrasikan Ilmu: Menganalisis isu-isu kontemporer (sosial, ekonomi, teknologi) dengan menggunakan lensa keilmuan modern sekaligus perspektif etika dan nilai Islam menuntut kemampuan berpikir kritis yang terintegrasi.
Menanam Benih Toleransi (Tasāmuḥ) dalam Bingkai Islam
Islam pada hakikatnya adalah agama rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh alam) yang menjunjung tinggi keragaman sebagai sunnatullah (ketetapan Allah). Universitas Islam memiliki peran strategis dalam menerjemahkan nilai luhur ini menjadi sikap dan perilaku nyata di kalangan civitas akademika.
Upaya menumbuhkan toleransi dilakukan melalui:
- Pemahaman Keberagaman Internal Umat: Mengkaji berbagai mazhab fikih, aliran teologi, dan tradisi sufisme dalam Islam membantu mahasiswa memahami kekayaan khazanah internal umat dan menghargai perbedaan pendapat yang sah (ikhtilaf).
- Interaksi Lintas Budaya: Kampus Universitas Islam seringkali menjadi tempat bertemunya mahasiswa dari berbagai daerah, latar belakang sosial, dan bahkan negara. Interaksi sehari-hari ini secara alami mengasah kemampuan berempati dan memahami perspektif yang berbeda.
- Kajian Keislaman Kontekstual: Mempelajari konsep-konsep seperti tasāmuḥ (toleransi), ta’āruf (saling mengenal), ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama Muslim), dan ukhuwah insaniyah (persaudaraan sesama manusia) memberikan landasan teologis dan etis untuk bersikap inklusif.
- Dialog Antariman dan Budaya: Beberapa Universitas Islam secara aktif menyelenggarakan atau berpartisipasi dalam forum dialog antariman dan budaya, membekali mahasiswa dengan pengalaman langsung berinteraksi secara konstruktif dengan kelompok lain.
Menuju Lulusan yang Kritis dan Toleran
Universitas Islam tidak bertujuan mencetak robot penghafal ayat atau penganut dogma yang kaku. Sebaliknya, tujuannya adalah melahirkan intelektual muslim yang mampu berpikir jernih, kritis, dan mandiri, namun tetap berpegang pada jangkar nilai-nilai agamanya. Lulusan yang diharapkan adalah pribadi yang mampu menganalisis masalah secara objektif, menghargai perbedaan, berdialog secara santun, serta berkontribusi membangun masyarakat yang adil, damai, dan harmonis.
Dengan menggali kekayaan tradisi intelektualnya dan menginternalisasi nilai-nilai tasāmuḥ, Universitas Islam membuktikan dirinya bukan hanya sebagai pusat keilmuan, tetapi juga sebagai benteng penting dalam membentuk generasi masa depan yang berpikiran terbuka, kritis, dan toleran di tengah kompleksitas zaman.























